DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
..................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN
....................................................................2
A.
Latar Belakang
........................................................................2
B. Rumusan Masalah
....................................................................3
C. Tujuan Penelitian
.....................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
.......................................................................4
A. Pengertian Pernikahan
...........................................................4
B. Sikap Islam Terhadap
Pernikahan ...........................................6
C . Hukum Menikah
..................................................................7
D . Tujuan Pernikahan
.................................................................7
E . Prinsip-Prinsip
Pernikahan ...................................................8
F . Hikmah Pernikahan
................................................................9
BAB III PENUTUP
....................................................................................11
Kesimpulan
...............................................................................11
Daftar Pustaka
...........................................................................13
“Cobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab.
Dengarlah dulu, baru memberi penilaian.”
“Jangan lihat siapa yang berbicara, namun dengarkan apa yang mereka
bicarakan.”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa
hidup sendiri dan memerlukan bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhan
dalam hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang
secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan
orang lain.
Allah menjadikan manusia makhluk yang
paling mulia oleh-Nya menjadi sama seperti makhluk-makhluknya-Nya yang lain,
yang menyalurkan syahwat (hasrat seksual)-nya dalam hubungan antara kedua jenis
kelamin laki-laki dan prempuan secara bebas bebasnya tanpa batas dan tanpa
aturan, tetapi ditetapkanlah bagi manusia aturan main yang aman dan yang
sempurna, yang menjaga kemuliaannya dan memelihara kehormatannya. Yaitu dalam
sebuah lembaga yang dikenal sebagai “pernikahan” dan yang dalam agama Islam,
bahkan dalam semua agama samawi, dijadikan sebagai satu-satunya cara penyaluran
yang sah dan diridhai Allah Swt.
Pernikahan merupakan sunnah nabi, yaitu
mencontohkan tindak laku Nabi Muhammad S.A.W. Oleh karena itu bagi pengikut
Nabi Muhammad S.A.W. yang baik maka mereka harus melakukan pernikahan. Selain
mencontoh tindak laku Nabi Muhammad, pernikahan merupakan juga kehendak
manusia, kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani. Oleh karena itu makalah ini
disusun untuk membahas mengenai berbagai hal yang terkait dengan pernikahan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pernikahan atau
perkawinan ?
2. Bagaimana sikap Islam terhadap
pernikahan ?
3. Bagaimana hukum menikah ?
4. Apakah tujuan dari pernikahan ?
5. Bagaimana prinsip – prinsip pernikahan ?
6. Apa hikmah atau manfaat pernikahan ?
C. Tujuan Penelitian
1. Agar mahasiswa dapat memahami pengertian
pernikahan
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui sikap
Islam terhadap pernikahan
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui hukum
menikah
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui tujuan
perenikahan
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui prinsip
– prinsip pernikahan
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui hikmah
pernikahan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pernikahan.
Kata pernikahan, berasal dari bahasa
Arab al-nikah, yang berarti ’pengumpulan’. Terkadang juga disebut dengan
‘ibarat ‘an al-wath’ wa al-aqd yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad.
Kata lain yang biasa digunakan untuk pernikah ialah zawaj/zuwaj yang berarti perkawinan.
Adapun dalam hukum syariat,
pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan prempuan,
untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan
menurut ketentuan syari’at Islam.[1]
Menurut
Sajuti Thalib, Pernikahan adalah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh
untuk hidup bersama secarah sah antara seorang laki-laki dengan seorang
prempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi,
tentram dan bahagia.[2]
Dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974
seperti yang termuat dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan sebagai:
“Ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk
keluarga, rumah tangga, yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Menurut Kompilasi Hukum Islam,
seperti yang terdapat pada Pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan dalam hukum
Islam adalah,
“Pernikahan yaitu akad yang sangat
kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan Ibadah”.
Dapat
di simpulkan bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan lahir dan batin antara pria
dan wanita masing-masing menjadi suami dan istri dalam rangka memperoleh
kebahagian hidup dan membangun keluarga.[3]
Dalil Nikah[4]
Pada
dasarnya pernikahan itu diperintahkan atau dianjurkan oleh syara’,berikut
beberapa dalil-dalil nikah:
·
Firman
Allah s.w.t. dalam Surat An-Nisa , ayat 3 yang artinya:
“.....Maka
kawinilah prempuan-prempuan yang kamu sukai, dua, tiga, dan empat tetapi kalau
kamu kuatir tidak dapat berlaku adil (antara prempuan-prempuan itu), hendaklah
satu saja ....”
·
Firman
Allah s.w.t. dalam Surat An-Nur , ayat 32 yang artinya:
“Dan kawinilah orang-orang yang
sendirian diantara kamu dan hamba sahaya laki-laki dan prempuan yang
patut.......!”.
·
Dalam
sebuah hadis Rasulullah s.a.w bersabda yang artinya:
Dari
Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata : Rasulullah s.a.w bersabda kepada kami :
“Hai kaum pemuda , apa bila di antara kamu kuasa untuk kawin, hendaklah ia
kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan; dan barang
siapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya”.
·
Dalam
hadis lain dinyatakan, yang artinya :
Dari
anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi S.A.W. memuji Allah dan menyanjung-Nya
beliau berkata : “Akan tetapi aku shalat, aku yang tidak suka dengan
perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku”.
B. Sikap Islam Terhadap
Pernikahan
Dalam Al-Qur’an bahwa hidup berpasang-pasang, hidup
berjodoh-jodoh adalah naluri segalah makhluk Allah, termasuk manusia,
sebagaimana firman-Nya dalam surat Az-Zariyat ayat 49 :
“Dan segala sesuatu kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah SWT”[5]
Dari makhluk yang diciptakan oleh
Allah SWT berpasang-pasangan inilah Allah SWT menciptakan manusia menjadi
berkembang biak dan berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya.
Dari sudut pandang agama Islam
pernikahan merupakan sesuatu yang suci dan sakral. Pernikahan juga merupakan
langkah awal untuk membentuk keluarga sebagai asas masyarakat.[6]
Islam mengatur manusia dalam hidup
berjodoh-jodohan itu melalui jenjang perkawinan yang ketentuannya dirumuskan
dalam wujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan dalam hukum Islam juga
ditetapkan untuk kesejahteraan umat baik secara perseorangan maupun secara
bermasyaraka baik untuk hidup didunia maupun diakhirat.
Islam mengajarkan orang berkeluarga
karena dari segi batin orang dapat mencapainya melalui keluarga yang baik,
seperti dinyatakan dalam salah satu sabda Nabi S.A.W.
Riwayat
Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas :
“Hai para pemuda, barang siapa yang
telah sanggup diantarmu untuk kawin, maka kawinlah, karena sesungguhnya kawin
itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebih menjaga kehormatan.
C. Hukum Menikah
1. Wajib. Pernikahan menjadi wajib bagi
yang memiliki cukup kemampuan untuk melakukannya (secara finansial dan fisikal
atau cukup nafkah sandang pangan), dan sangat kuat keinginannya untuk
menyalurkan hasrat seksual dalam dirinya, sementara ia khawatir terjerumus
dalam perzinaan apabila tidak menikah.[7]
2. Sunnah (Mustahab atau Dianjurkan), Bagi
orang yang berkehendak serta cukup nafkah sandang pangan dan lain-lainnya.
3. Haram. Pernikahan menjadi haram bagi
siapa yang mengetahui dirinya tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajibannya sebagai suami , baik dalam hal nafkah lahiriah (yang bersifat
finansial) maupun nafkah batiniah (yakni kemampuan melakukan hubungan seksual)
yang wajib diberikan kepada istri. Haram juga bagi orang yang berniat akan
menyakiti prempuan yang dinikahi.
4. Makruh. Pernikahan menjadi makruh bagi
orang yang tidak mampu memberi nafkah.[8]
5. Mubah. Pernikahan menjadi mubah(yakni
bersifat netral,boleh dikerjakan juga boleh ditinggalkan) apabila tidak ada
dorongan atau hambatan untuk melakukannya ataupun meninggalkannya,sesuai dengan
pandangan syariat.
D. Tujuan Pernikahan
atau perkawinan
Tujuan merupakan langkah pertama
dalam membuat perencanaan sehingga dalam pelaksanaannya nanti terarah sesuai
dengan hasil yang ingin dicapai, pernikahanpun mempunyai tujuan diantaranya
sebagai berikut:
1. Dari sisi hukum, pernikahan bukan hanya
sekedar untuk keabsahan melakukan persetubuhan, tetapi lebih jauh dari itu
bertujuan untuk mencapai sesuatu yang lebih luhur karena memang pernikahan itu
di pandang sebagai persetujuan perikatan atau kontrak.
2. Secara sosial, pernikahan itu sendiri
berhasil mengangkat derajat seseorang ke tingkat yang lebih tinggi di
masyarakat dibanding dengan kondisinya sebelum melangsungkan perkawinan.
3. Pernikahan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah(tentram cinta), dan rahmah(kasih
sayang).[9]
4. Pernikahan bertujuan supaya manusia
mempunyai keturunan dan keluarga yang sah serta mengikuti sunnah Nabi Muhammad
S.A.W..
5. Agar setiap manusia baik laki-laki atau
prempuan dapat memperoleh kebahagian menuju kehidupan bahagia di dunia dan di
akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Ilahi.
6. Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri saling membantu dan melengkapi, agar
masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan materiil.[10]
E. Prinsip – Prinsip
pernikahan
Prinsip merupakan petunjuk arah layaknya kompas. Sebagai
petunjuk arah, kita bisa berpegangan pada prinsip-prinsip yang telah disusun
dalam menjalani hidup tanpa harus kebingunan arah karena prinsip bisa
memberikan arah dan tujuan yang jelas pada setiap kehidupan kita. Begitu pula
dengan pernikahan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Harus
ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan pernikahan. Caranyanya
adalah diadakan peminangan terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah
pihak setuju untuk melaksanakan pernikahan atau tidak.
2. Sahnya pernikahan sangat tergantung pada
ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing.[11]
3. Tujuan pernikahan antara lain untuk
dapat berketurunan (regenerasi) dan untuk ketentraman, ketenangan, dan cinta
kasih. Kesemuanya ini dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa pernikahan
adalah untuk selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja.
4. Menghindari kekerasan baik dari segi
fisik maupun psikis (rohani). Maksud dari terhindar dari kekerasan fiik dalam
kehidupan rumah tangga adalah, bahwa jangan sampai ada pihak dalam keluarga
yang merasa berhak memukul atau melakukan tindak kekerasan lain dalam bentuk
apapun, dengan dalih atau alasan apapun.
5. Adanya kehidupan yang serba musyawarah
dan demokrasi dalam kehidupan rumah tangga berarti bahwa dalam segala aspek
kehidupan dalam rumah tangga harus diputuskan dan diselesaikan berdasarkan
hasil musyawarah minimal antara suami dan isteri, kalau dibutuhkan, juga
melibatkan seluruh anggota kluarga, suami, isteri, dan anak-anak. Adapun maksud
demokrasi adalah bahwa antara suami dan isteri harus saling terbuka untuk
menerima pandangan dan pendapat pasangan.
6. Asas Monogami yaitu cara pernikahan tunggal pernikahan
antara seorang lelaki dengan seorang perempuan saja.
7. Calon
suami dan istri harus lebih dewasa jiwa dan raganya. Menentukan batas umur
untuk nikah baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16
tahun bagi wanita.
8. Hak
dan kedudukan suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung
jawab pimpinan keluarga ada pada suami.
F. Hikmah Pernikahan[12]
1. Untuk menyalurkan hasrat seksual manusia
yang terus-menerus menuntut dan mendorong agar di penuhi, sehingga dengan
menikah mencegah perbuatan yang menjerumuskan perzinaan.
2. Pernikahan adalah cari paling utama
bahkan satu-satunya cara yang diridhai Allah dan Rasul-Nya untuk memperoleh
keturunan dan menjaga kesinambungan jenis manusia, seraya memelihara silsilah
keturunan yang diperhatikan oleh agama.
3. Pernikahan menumbuhkan rasa tanggung
jawab antara suami istri dalam pengelolaan rumah tangga, serta dalam pembagian
tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam mengupayakan keluarga dan
pemeliharaan anak-anak.
4. Pernikahan mempererat hubungan antara
keluarga suami dan keluarga istri, dan mempererat hubungan kasih sayang serta
menjalin persaudaraan antaranggota masyarakat yang sebelumnya tidak, atau
belum, saling mengenal.
5. Mematangkan
kepribadian dan kedewasaan.
6. Adanya
ketenangan jiwa.
7. Memiliki
teman setia sebagai teman curhat,
motivator dan pembimbing.
8. Adanya
keringanan beban hidup.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pernikahan adalah
sebuah ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita masing-masing menjadi
suami dan istri dalam rangka memperoleh kebahagian hidup dan membangun
keluarga.
Dari sudut pandang agama Islam
pernikahan merupakan sesuatu yang suci dan sakral. Pernikahan juga merupakan
langkah awal untuk membentuk keluarga sebagai asas masyarakat
Hukum
Menikah ada lima, yaitu :
1. Wajib. Pernikahan menjadi wajib bagi
yang memiliki cukup kemampuan untuk melakukannya (secara finansial dan fisikal
atau cukup nafkah sandang pangan).
2. Sunnah (Mustahab atau Dianjurkan), Bagi
orang yang berkehendak serta cukup nafkah sandang pangan dan lain-lainnya.
3. Haram. Pernikahan menjadi haram bagi
siapa yang mengetahui dirinya tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya.
4. Makruh. Pernikahan menjadi makruh bagi
orang yang tidak mampu memberi nafkah.
5. Mubah. Pernikahan menjadi mubah(yakni
bersifat netral,boleh dikerjakan juga boleh ditinggalkan).
Hikmah
Pernikahan
1. Untuk menyalurkan hasrat seksual manusia
yang terus-menerus menuntut dan mendorong agar di penuhi, sehingga dengan
menikah mencegah perbuatan yang menjerumuskan perzinaan.
2. Pernikahan adalah cari paling utama
bahkan satu-satunya cara yang diridhai Allah dan Rasul-Nya untuk memperoleh
keturunan dan menjaga kesinambungan jenis manusia, seraya memelihara silsilah
keturunan yang diperhatikan oleh agama.
3. Pernikahan menumbuhkan rasa tanggung
jawab antara suami istri dalam pengelolaan rumah tangga, serta dalam pembagian
tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam mengupayakan keluarga dan
pemeliharaan anak-anak.
4. Pernikahan mempererat hubungan antara
keluarga suami dan keluarga istri, dan mempererat hubungan kasih sayang serta
menjalin persaudaraan antaranggota masyarakat yang sebelumnya tidak, atau
belum, saling mengenal.
5. Mematangkan
kepribadian dan kedewasaan.
6. Adanya
ketenangan jiwa.
7. Memiliki
teman setia sebagai teman curhat,
motivator dan pembimbing.
8. Adanya
keringanan beban hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Habsy,
Muhammad Bagir. 2002. Fiqih Praktis. Bandung : Mizan.
Nuruddin, Amiur
dan Azhari Akmal Taringan. 2004. Hukum
Perdata Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana.
Rasjid,
Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bnadung : Sinar Baru Algensindo.
Rifa’i,
Mohammad. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap.
Semarang : Toha Putra.
Sosroatmodjo,
Arso dan A.Wasit Aulawi. 1975. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta : Bulan
Bintang.
[1] Mohammad Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang:Toha
Putra:1978), hlm. 453.
[2] Amir Nurruddin dan
Azhari Akmal Taringan, Hukum perdata
Iskam di Indonesia, (Jakarta:Kencana:2004), hlm. 40.
[3] Ibid., hlm. 42.
[4] Ibid., hlm. 454.
[5] Muhammad Bagir
Al-Habsyi, Fiqih Praktis, (Bandung:Mizan:2002),
hlm. 1.
[6]Amir Nurruddin dan Azhari
Akmal Taringan, op.cit., hlm. 57.
[7] Muhammad Bagir
Al-Habsyi, op.cit., hlm. 4.
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung:Sinar Baru
Algesindo:2012), hlm. 382.
[9] Amir Nurruddin dan
Azhari Akmal Taringan, loc.cit.
[10]Asro Sostroadmojo dan
A.Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di
Indonesia , (Jakarta:Bulan Bintang:1975), hlm. 47.
[11] Amir Nurruddin dan
Azhari Akmal Taringan, op.cit., hlm.54.
[12] Muhammad Bagir
Al-Habsyi, op.cit., hlm. 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar