KONSEP
DASAR PERNIKAHAN
Disusun
guna memenuhi tugas :
Mata
Kuliah : Fiqh Munakahat I
Dosen
Pengampu : Masrur, S.H.I, M.E.I.
Disusun oleh kelompok 1 :
1.
Wiwik Saputro (2011113023)
2.
Ahmad Abdurrohim (2011113019)
3.
Rezha Ryzaldi (2011113049)
KELAS A
AHWAL
SYAKHSYIAH
SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
DAFTAR
ISI
DAFTAR
ISI .......................................................................................................1
BAB
I PENDAHULUAN .....................................................................................2
A. Latar Belakang
.........................................................................2
B.
Rumusan Masalah ......................................................................3
C.
Tujuan Penelitian
......................................................................3
BAB
II PEMBAHASAN .............................................................................4
A.
Pengertian Pernikahan ................................................................4
B.
Sikap Islam Terhadap Pernikahan ..............................................6
C . Hukum
Menikah .........................................................................7
D .
Tujuan Pernikahan ......................................................................7
E . Prinsip-Prinsip
Pernikahan ...........................................................8
F .
Hikmah Pernikahan ....................................................................10
BAB
III PENUTUP
......................................................................................11
Kesimpulan .....................................................................................11
Daftar
Pustaka ................................................................................12
Tanya
jawab ………………………………………………….……14
Biografi
Pemakalah ……………………………………………….16
Wiwik Saputro ……………………………….……..………..……16
Ahmad Abdurrohim ………………………………………………17
Rezha Ryzaldi ……………….………………………..…………..18
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia
tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan bantuan dari orang lain dalam memenuhi
kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia
sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk
memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain.
Allah menjadikan manusia makhluk
yang paling mulia oleh-Nya menjadi sama seperti makhluk-makhluknya-Nya yang
lain, yang menyalurkan syahwat (hasrat seksual) dalam hubungan antara kedua
jenis kelamin laki-laki dan prempuan secara bebas bebasnya tanpa batas dan
tanpa aturan, tetapi ditetapkanlah bagi manusia aturan main yang aman dan yang
sempurna, yang menjaga kemuliaannya dan memelihara kehormatannya. Yaitu dalam
sebuah lembaga yang dikenal sebagai “pernikahan” dan yang dalam agama Islam,
bahkan dalam semua agama samawi, dijadikan sebagai satu-satunya cara penyaluran
yang sah dan diridhai Allah Swt.
Pernikahan merupakan sunnah Nabi,
yaitu mencontohkan tindak laku Nabi Muhammad S.A.W. Oleh karena itu bagi
pengikut Nabi Muhammad S.A.W. yang baik maka mereka harus melakukan pernikahan.
Selain mencontoh tindak laku Nabi Muhammad, pernikahan merupakan juga kehendak
manusia, kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani. Oleh karena itu makalah ini
disusun untuk membahas mengenai berbagai hal yang terkait dengan pernikahan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pernikahan atau perkawinan ?
2.
Bagaimana sikap Islam terhadap pernikahan ?
3.
Bagaimana hukum menikah ?
4.
Apakah tujuan dari pernikahan ?
5.
Bagaimana prinsip – prinsip pernikahan ?
6.
Apa hikmah atau manfaat pernikahan ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Agar mahasiswa dapat memahami pengertian pernikahan
2.
Agar mahasiswa dapat mengetahui sikap Islam terhadap pernikahan
3.
Agar mahasiswa dapat mengetahui hukum menikah
4.
Agar mahasiswa dapat mengetahui tujuan perenikahan
5.
Agar mahasiswa dapat mengetahui prinsip – prinsip pernikahan
6.
Agar mahasiswa dapat mengetahui hikmah pernikahan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan.
Kata pernikahan,
berasal dari bahasa Arab al-nikah, yang berarti ’pengumpulan’. Terkadang juga
disebut dengan ‘ibarat ‘an al-wath’ wa al-aqd yang bermakna bersetubuh,
berkumpul dan akad. Kata lain yang biasa digunakan untuk pernikahan
ialah zawaj/zuwaj yang berarti
perkawinan.
Adapun dalam hukum
syariat, pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan
prempuan, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang
dilangsungkan menurut ketentuan syari’at Islam.[1]
Menurut Sajuti Thalib, Pernikahan adalah suatu perjanjian yang suci
kuat dan kokoh untuk hidup bersama secarah sah antara seorang laki-laki dengan
seorang prempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni,
kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.[2]
Dalam UU
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 seperti yang termuat dalam pasal 1 ayat 2
perkawinan didefinisikan sebagai:
“Ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan
tujuan membentuk keluarga, rumah tangga, yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Menurut Kompilasi
Hukum Islam, seperti yang terdapat pada Pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan
dalam hukum Islam adalah,
“Pernikahan yaitu
akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan Ibadah”.
Dapat di simpulkan bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan lahir dan
batin antara pria dan wanita masing-masing menjadi suami dan istri dalam rangka
memperoleh kebahagian hidup dan membangun keluarga.[3]
Dalil
Nikah[4]
Pada dasarnya pernikahan itu diperintahkan atau dianjurkan oleh
syara’,berikut beberapa dalil-dalil nikah:
·
Firman Allah s.w.t. dalam Surat An-Nisa , ayat 3 yang artinya:
إِنْ خِفْتُمْ الْيَتَامَىٰ
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ
فَإِنْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
·
Firman Allah s.w.t. dalam Surat An-Nur , ayat 32 yang artinya:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui”.
·
Dalam sebuah hadis Rasulullah s.a.w bersabda yang artinya:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ
لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ;
فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata : Rasulullah S.A.W bersabda
kepada kami : “Hai kaum pemuda , apa bila di antara kamu kuasa untuk kawin,
hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan
kemaluan; dan barang siapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu
jadi penjaga baginya”.
·
Dalam hadis lain dinyatakan, yang artinya :
وَعَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ
اَللَّهَ , وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ : لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ ,
وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي
فَلَيْسَ مِنِّي ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya
bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini
perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku."
Muttafaq Alaihi.
B.
Sikap Islam Terhadap Pernikahan
Dalam Al-Qur’an bahwa hidup berpasang-pasang,
hidup berjodoh-jodoh adalah naluri segalah makhluk Allah, termasuk manusia,
sebagaimana firman-Nya dalam surat Az-Zariyat ayat 49 : وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Dan segala sesuatu kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah SWT”[5]
Dari makhluk
yang diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan inilah Allah SWT menciptakan
manusia menjadi berkembang biak dan berlangsung dari generasi ke generasi
berikutnya.
Dari sudut
pandang agama Islam pernikahan merupakan sesuatu yang suci dan sakral.
Pernikahan juga merupakan langkah awal untuk membentuk keluarga sebagai asas
masyarakat.[6]
Islam mengatur
manusia dalam hidup berjodoh-jodohan itu melalui jenjang perkawinan yang
ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan
dalam hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat baik secara
perseorangan maupun secara bermasyaraka baik untuk hidup didunia maupun
diakhirat.
Islam
mengajarkan orang berkeluarga karena dari segi batin orang dapat mencapainya
melalui keluarga yang baik, seperti dinyatakan dalam salah satu sabda Nabi
Muhammad S.A.W. Riwayat Imam
Bukhori dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas :
“Hai para
pemuda, barang siapa yang telah sanggup diantarmu untuk kawin, maka kawinlah,
karena sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebih
menjaga kehormatan.
C.
Hukum Menikah
1.
Wajib. Pernikahan menjadi wajib bagi yang memiliki cukup kemampuan
untuk melakukannya (secara finansial dan fisikal atau cukup nafkah sandang
pangan), dan sangat kuat keinginannya untuk menyalurkan hasrat seksual dalam
dirinya, sementara ia khawatir terjerumus dalam perzinaan apabila tidak
menikah.[7]
2.
Sunnah (Mustahab atau Dianjurkan), Bagi orang yang berkehendak
serta cukup nafkah sandang pangan dan lain-lainnya.
3.
Haram. Pernikahan menjadi haram bagi siapa yang mengetahui dirinya
tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami , baik dalam
hal nafkah lahiriah (yang bersifat finansial) maupun nafkah batiniah (yakni
kemampuan melakukan hubungan seksual) yang wajib diberikan kepada istri. Haram
juga bagi orang yang berniat akan menyakiti prempuan yang dinikahi.
4.
Makruh. Pernikahan menjadi makruh bagi orang yang tidak mampu
memberi nafkah.[8]
5.
Mubah. Pernikahan menjadi mubah(yakni bersifat netral, boleh dikerjakan
juga boleh ditinggalkan) apabila tidak ada dorongan atau hambatan untuk
melakukannya ataupun meninggalkannya,sesuai dengan pandangan syariat.
D.
Tujuan Pernikahan atau perkawinan
Tujuan
merupakan langkah pertama dalam membuat perencanaan sehingga dalam
pelaksanaannya nanti terarah sesuai dengan hasil yang ingin dicapai,
pernikahanpun mempunyai tujuan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dari sisi hukum, pernikahan bukan hanya sekedar untuk keabsahan
melakukan persetubuhan, tetapi lebih jauh dari itu bertujuan untuk mencapai
sesuatu yang lebih luhur karena memang pernikahan itu di pandang sebagai
persetujuan perikatan atau kontrak.
2.
Secara sosial, pernikahan itu sendiri berhasil mengangkat derajat
seseorang ke tingkat yang lebih tinggi di masyarakat dibanding dengan
kondisinya sebelum melangsungkan perkawinan.
3.
Pernikahan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah(tentram cinta), dan rahmah(kasih sayang).[9]
4.
Pernikahan bertujuan supaya manusia mempunyai keturunan dan
keluarga yang sah serta mengikuti sunnah Nabi Muhammad S.A.W..
5.
Agar setiap manusia baik laki-laki atau prempuan dapat memperoleh
kebahagian menuju kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, di bawah naungan
cinta kasih dan ridha Ilahi.
6.
Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu suami istri saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.[10]
E.
Prinsip – Prinsip pernikahan
Prinsip
merupakan petunjuk arah layaknya kompas. Sebagai petunjuk arah, kita bisa
berpegangan pada prinsip-prinsip yang telah disusun dalam menjalani hidup tanpa
harus kebingunan arah karena prinsip bisa memberikan arah dan tujuan yang jelas
pada setiap kehidupan kita. Begitu pula dengan pernikahan mempunyai
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Harus ada
persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan pernikahan.
Caranyanya adalah diadakan peminangan terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah
kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan pernikahan atau tidak.
2.
Sahnya pernikahan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan
kepercayaan masing-masing.[11]
3.
Tujuan pernikahan antara lain untuk dapat berketurunan (regenerasi)
dan untuk ketentraman, ketenangan, dan cinta kasih. Kesemuanya ini dapat
dicapai hanya dengan prinsip bahwa pernikahan adalah untuk selamanya, bukan
hanya dalam waktu tertentu saja.
4.
Menghindari kekerasan baik dari segi fisik maupun psikis (rohani).
Maksud dari terhindar dari kekerasan fiik dalam kehidupan rumah tangga adalah,
bahwa jangan sampai ada pihak dalam keluarga yang merasa berhak memukul atau
melakukan tindak kekerasan lain dalam bentuk apapun, dengan dalih atau alasan
apapun.
5.
Adanya kehidupan yang serba musyawarah dan demokrasi dalam
kehidupan rumah tangga berarti bahwa dalam segala aspek kehidupan dalam rumah
tangga harus diputuskan dan diselesaikan berdasarkan hasil musyawarah minimal
antara suami dan isteri, kalau dibutuhkan, juga melibatkan seluruh anggota
kluarga, suami, isteri, dan anak-anak. Adapun maksud demokrasi adalah bahwa
antara suami dan isteri harus saling terbuka untuk menerima pandangan dan
pendapat pasangan.
6.
Asas Monogami yaitu cara pernikahan tunggal pernikahan antara
seorang lelaki dengan seorang perempuan saja.
7.
Calon suami dan
istri harus lebih dewasa jiwa dan raganya. Menentukan batas umur untuk nikah
baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi
wanita.
8.
Hak dan
kedudukan suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab
pimpinan keluarga ada pada suami.
F.
Hikmah Pernikahan[12]
1.
Untuk menyalurkan hasrat seksual manusia yang terus-menerus
menuntut dan mendorong agar di penuhi, sehingga dengan menikah mencegah perbuatan
yang menjerumuskan perzinaan.
2.
Pernikahan adalah cari paling utama bahkan satu-satunya cara yang
diridhai Allah dan Rasul-Nya untuk memperoleh keturunan dan menjaga
kesinambungan jenis manusia, seraya memelihara silsilah keturunan yang
diperhatikan oleh agama.
3.
Pernikahan menumbuhkan rasa tanggung jawab antara suami istri dalam
pengelolaan rumah tangga, serta dalam pembagian tugas dan tanggung jawab
masing-masing dalam mengupayakan keluarga dan pemeliharaan anak-anak.
4.
Pernikahan mempererat hubungan antara keluarga suami dan keluarga
istri, dan mempererat hubungan kasih sayang serta menjalin persaudaraan
antaranggota masyarakat yang sebelumnya tidak, atau belum, saling mengenal.
5.
Mematangkan
kepribadian dan kedewasaan.
6.
Adanya
ketenangan jiwa.
7.
Memiliki teman
setia sebagai teman curhat, motivator
dan pembimbing.
8.
Adanya
keringanan beban hidup.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pernikahan adalah sebuah ikatan lahir dan batin antara pria dan
wanita masing-masing menjadi suami dan istri dalam rangka memperoleh kebahagian
hidup dan membangun keluarga.
Dari sudut
pandang agama Islam pernikahan merupakan sesuatu yang suci dan sakral.
Pernikahan juga merupakan langkah awal untuk membentuk keluarga sebagai asas
masyarakat
Islam mengatur
manusia dalam hidup berjodoh-jodohan itu melalui jenjang perkawinan yang
ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan
dalam hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat baik secara
perseorangan maupun secara bermasyaraka baik untuk hidup didunia maupun
diakhirat
Hukum Menikah ada lima, yaitu :
1.
Wajib. Pernikahan menjadi wajib bagi yang memiliki cukup kemampuan
untuk melakukannya (secara finansial dan fisikal atau cukup nafkah sandang
pangan).
2.
Sunnah (Mustahab atau Dianjurkan), Bagi orang yang berkehendak
serta cukup nafkah sandang pangan dan lain-lainnya.
3.
Haram. Pernikahan menjadi haram bagi siapa yang mengetahui dirinya
tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya.
4.
Makruh. Pernikahan menjadi makruh bagi orang yang tidak mampu memberi
nafkah.
5.
Mubah. Pernikahan menjadi mubah(yakni bersifat netral,boleh
dikerjakan juga boleh ditinggalkan).
Hikmah Pernikahan
1.
Untuk menyalurkan hasrat seksual manusia yang terus-menerus
menuntut dan mendorong agar di penuhi, sehingga dengan menikah mencegah
perbuatan yang menjerumuskan perzinaan.
2.
Pernikahan adalah cari paling utama bahkan satu-satunya cara yang
diridhai Allah dan Rasul-Nya untuk memperoleh keturunan dan menjaga
kesinambungan jenis manusia, seraya memelihara silsilah keturunan yang diperhatikan
oleh agama.
3.
Pernikahan menumbuhkan rasa tanggung jawab antara suami istri dalam
pengelolaan rumah tangga, serta dalam pembagian tugas dan tanggung jawab
masing-masing dalam mengupayakan keluarga dan pemeliharaan anak-anak.
4.
Pernikahan mempererat hubungan antara keluarga suami dan keluarga
istri, dan mempererat hubungan kasih sayang serta menjalin persaudaraan
antaranggota masyarakat yang sebelumnya tidak, atau belum, saling mengenal.
5.
Mematangkan
kepribadian dan kedewasaan.
6.
Adanya
ketenangan jiwa.
7.
Memiliki teman
setia sebagai teman curhat, motivator
dan pembimbing.
8.
Adanya
keringanan beban hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habsy,
Muhammad Bagir. 2002. Fiqih Praktis. Bandung : Mizan.
Nuruddin,
Amiur dan Azhari Akmal Taringan. 2004. Hukum
Perdata Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana.
Rasjid,
Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bnadung : Sinar Baru Algensindo.
Rifa’i,
Mohammad. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap.
Semarang : Toha Putra.
Sosroatmodjo,
Arso dan A.Wasit Aulawi. 1975. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta : Bulan
Bintang.
Tanya jawab
Pertanyaan dari teman-teman Mahasiswa:
1. Apa maksud tidak dapat berlaku adil dalam
Surat An-Nisa ayat 3 ?
2. Hukum wajib dan sunnah dalam menikah jelaskan ?
3. Bagaimana Hukum perjodohan yang tidak di dasari
rasa cinta ?
4. Syahkah suatu pernikahan apabila tidak ada
restu dari orang tua ?
5. Apakah pertunangan itu ada batasnya? Kalo
ada berapa lamam?
Jawab :
1. Bahwa seorang
laki-laki itu boleh berpoligami (beristri lebih dari satu) itu jelas tersebut
dalam Al Quran Surat An Nisa' 4:3). Dan bahwa salah satu syarat adalah harus
adil seperti ekplisit disebut dalam Al Quran dalam Surah dan ayat yang sama.
Adil dalam pengertian fiqh adalah keadilan yang bersifat formal seperti dalam
menggilir dan memberi nafkah lahir. Jadi, bukan adil atau sama dalam kualitas
cinta dan perasaan. Karena syariat
atau hukum fiqh menilai dhahirnya perbuatan, bukan batinnya.
2.
Wajib
Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang jika dia termasuk orang yang mempunyai libido yang tinggi, sehingga tidak dapat menahan hawa nafsunya. Jika tidak segera menikah, dikhawatirkan dan sangat memungkinkan dia akan berzina. Ataupun hal lain yang menyebabkan sesorang terkena hukum wajib untuk menikah adalah apabila dia memilki nazar untuk menikah.
Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang jika dia termasuk orang yang mempunyai libido yang tinggi, sehingga tidak dapat menahan hawa nafsunya. Jika tidak segera menikah, dikhawatirkan dan sangat memungkinkan dia akan berzina. Ataupun hal lain yang menyebabkan sesorang terkena hukum wajib untuk menikah adalah apabila dia memilki nazar untuk menikah.
Sunnah
Hukum nikah menjadi sunnah bagi seorang muslim jika dia memenuhi dua syarat. Yang pertama adalah jika dia mempunyai keinginan untuk menikah dan yang kedua adalah dia mempunyai bekal yang cukup untuk menikah. Batas bekal yang cukup menurut syara’ dalam hal ini adalah dia mempunyai mahar atau mas kawin untuk istrinya dan mampu menafkahi istrinya pada hari dan malam pernikahannya serta uang yang cukup untuk sekiranya membeli pakaian yang layak bagi istrinya di hari pernikahannya.
Hukum nikah menjadi sunnah bagi seorang muslim jika dia memenuhi dua syarat. Yang pertama adalah jika dia mempunyai keinginan untuk menikah dan yang kedua adalah dia mempunyai bekal yang cukup untuk menikah. Batas bekal yang cukup menurut syara’ dalam hal ini adalah dia mempunyai mahar atau mas kawin untuk istrinya dan mampu menafkahi istrinya pada hari dan malam pernikahannya serta uang yang cukup untuk sekiranya membeli pakaian yang layak bagi istrinya di hari pernikahannya.
3.
Dalam hukum
islam dan undang-undang perkawinan serta kompilasi hukum islam melarang dengan
tegas praktek kawin paksa oleh karena itu orang tua sudah tidak lagi mempunyai
otoritas menentukan jodoh anaknya karena pilihan jodoh yang berhak menentukan
dari anak yang akan melakukan perkawinan karena anak yang akan menjalankannya. Maka dapat disimpulkan perkawinan berdasar perjodohan tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip pernikahan yaitu kerelaan dari suatu pihak.
4.
Dalam kaitan nikah, secara fiqih formal (hukum), pilihan anak yang
berbeda dengan orangtua atau keengganan orangtua merestui pilihan anaknya tidak
berpengaruh apa-apa terhadap sahnya pernikahan, karena restu orangtua itu tidak
terkait syarat-rukun nikah. Dengan demikian nikah tersebut tetap sah dan
karenanya hubungan suami isteri antara keduanya juga halal. Oleh
karena itu, hendaknya semua orangtua bersikap arif dan bertindak bijak ketika
menghadapi anak yang sudah menjalin hubungan sedemikian dekat dengan seseorang
dan merasa sudah amat cocok sehingga tidak mungkin lagi dipisahkan, maka lebih
baik segera dinikahkan agar terhindar dari perbuatan zina.
5.
Menurut kami tidak ada batasnya, namu daripada lama dalam ikatan
pertunangan sebaiknya segera di resmikan saja dalam iktan pernikahan untuk
menghindari dari perbuatan zina dan hal-hal yang tidak diinginkan.
Biografi pemakala
1.
Wiwik Saputro
Nama :
Wiwik Saputro
Tempat,
tanggal lahir :Batang,04September1994
Agama :
Islam
Pendidikan terakhir : SMK
Teknik
Anak ke :
3 dari 4 bersaudara
Hobby :
Bersepeda
Makanan favorit :
Ayam penyet
Warna favorit :
Putih
Film favorit :
Sang Kiai
Motto : Time is money
Wiwik
Saputro anak ke-tiga dari empat bersaudara pasangan Kasmu’i dan Casmonah.
Pendidikannya di mulai di SDN Beji 02 (lulus 2006) kemudian melanjutkan ke SMP
N 01 Tulis (lulus 2009), kemudian melanjutkan ke SMK Dwija Praja Kota
Pekalongan jurusan Teknik Kendaraan Ringan (lulus 2012). Kemudian saat ini
melanjutkan ke perguruan tinggi STAIN Pekalongan jurusan Syariah prodi Hukum
Keluarga Islam.
2.
Ahmad Abdurrohim
Nama :
Ahmad Abdurrohim
Tempat, tanggal lahir :
Pemalang, 22 Februari 1996
Agama :
Islam
Pendidikan terakhir : SMK
Teknik
Anak ke :
2 dari 3 bersaudara
Hobby :
Main Game
Makanan favorit : Oseng Kangkung
Warna favorit :
Hitam
Film favorit : Air Terjun Pengantin
Motto
: Kalahlah dahulu sebelum menang
Ahmad
Abdurrohim anak ke-dua dari tiga bersaudara pasangan H. Solihin dan Hj.
Suharti. Pendidikannya di mulai di SDN Wiyoro Wetan 01 (lulus 2007) kemudian
melanjutkan ke MTS Walisongo Ulujami (lulus 2010), kemudian melanjutkan ke SMK
N Kedungwuni Kabupaten Pekalongan jurusan Teknik Gambar Bangunan (lulus 2013).
Kemudian saat ini melanjutkan ke perguruan tinggi STAIN Pekalongan jurusan
Syariah prodi Hukum Keluarga Islam.
3.
Rezha Ryzaldi
Nama :
Rezha Ryzaldi
Tempat, tanggal lahir :Jakarta, 01September
1995
Agama :
Islam
Pendidikan terakhir : SMA
IPS
Anak ke :
2 dari 2 bersaudara
Hobby :
Traveling
Makanan favorit :
Lele krispi
Warna favorit :
Biru
Film favorit : Merantau
Motto : Hidup ini harus berguna
Rezha Ryzaldi anak terakhir dari dua bersaudara pasangan Kundarto dan Junaeroh. Pendidikannya di mulai di SDN Kali Jambe 02 (lulus 2007) kemudian melanjutkan ke SMP N 02 Sragi (lulus 2010), kemudian melanjutkan ke SMA N 01 Sragi jurusan IPS (lulus 2013). Kemudian saat ini melanjutkan ke perguruan tinggi STAIN Pekalongan jurusan Syariah prodi Hukum Keluarga Islam.
Rezha Ryzaldi anak terakhir dari dua bersaudara pasangan Kundarto dan Junaeroh. Pendidikannya di mulai di SDN Kali Jambe 02 (lulus 2007) kemudian melanjutkan ke SMP N 02 Sragi (lulus 2010), kemudian melanjutkan ke SMA N 01 Sragi jurusan IPS (lulus 2013). Kemudian saat ini melanjutkan ke perguruan tinggi STAIN Pekalongan jurusan Syariah prodi Hukum Keluarga Islam.
[1] Mohammad Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang:Toha
Putra:1978), hlm. 453.
[2] Amir Nurruddin dan
Azhari Akmal Taringan, Hukum perdata
Iskam di Indonesia, (Jakarta:Kencana:2004), hlm. 40.
[3] Ibid., hlm. 42.
[4] Ibid., hlm. 454.
[5] Muhammad Bagir
Al-Habsyi, Fiqih Praktis, (Bandung:Mizan:2002),
hlm. 1.
[6]Amir Nurruddin dan Azhari
Akmal Taringan, op.cit., hlm. 57.
[7] Muhammad Bagir
Al-Habsyi, op.cit., hlm. 4.
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung:Sinar Baru
Algesindo:2012), hlm. 382.
[9] Amir Nurruddin dan
Azhari Akmal Taringan, loc.cit.
[10]Asro Sostroadmojo dan
A.Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di
Indonesia , (Jakarta:Bulan Bintang:1975), hlm. 47.
[11] Amir Nurruddin dan
Azhari Akmal Taringan, op.cit., hlm.54.
[12] Muhammad Bagir
Al-Habsyi, op.cit., hlm. 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar