BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Filsafat Islam
merupakan suatu ilmu yang masih diperdebatkan pengertian dan cakupannya oleh
para ahli. Akan tetapi di sini penulis cendenrung condong kepada pendapat yang
mengatakan bahwa Filsafat Islam itu memang ada dan terbukti exis sampai
sekarang. Dalam dunia filsafat terdapat dua aliran besar yaitu aliran
peripatetis dan iluminasi. Mengerti dan mengetahui kedua aliran ini adalah hal
yang sangat penting ketika kita ingin mengkaji filsafat, karena semua filsuf
khususnya muslim pada akhirnya merujuk dan berkaitan kepada dua aliran ini.
Aliran peripatetis merupakan aliran yang pada umumnya diikuti oleh kebanyakan
filsuf, sedangkan aliran iluninasi di sini merupakan tandingan bagi aliran
peripatetis. Aliran iluminasi ini dipelpori oleh seorang tokoh filsuf muslim
yaitu Suhrawardi Al-Maqtul yang dikenal juga dengan Bapak Iluminasi.
Suhrawardi dikenal dalam kajian Filsafat Islam karena kontribusinya yang sangat besar dalam mencetuskan aliran iluninasi sebagai tandingan aliran peripatetis dalam filsafat, walaupun dia masih dipengaruhi oleh para filsuf barat sebelumnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sebagian atau bahkan keseluruhan bangunan Filsafat Islam ini dikatakan kelanjutan dari filsafat barat yaitu Yunani.
Suhrawardi dikenal dalam kajian Filsafat Islam karena kontribusinya yang sangat besar dalam mencetuskan aliran iluninasi sebagai tandingan aliran peripatetis dalam filsafat, walaupun dia masih dipengaruhi oleh para filsuf barat sebelumnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sebagian atau bahkan keseluruhan bangunan Filsafat Islam ini dikatakan kelanjutan dari filsafat barat yaitu Yunani.
Hal pemikiran
Suhrawardi dalam filsafat yang paling menonjol adalah usahanya untuk
menciptakan ikatan antara tasawuf dan filsafat. Dia juga terkait erat dengan
pemikiran filsuf sebelumnya seperti Abu Yazid al Busthami dan al Hallaj, yang
jika dirunrut ke atas mewarisi ajaran Hermes, Phitagoras, Plato, Aristoteles,
Neo Platonisme, Zoroaster dan filsuf-filsuf Mesir kuno. Kenyataan ini secara
tidak langsung mengindikasikan ketokohan dan pemikirannya dalam filsafat.
Dengan ini kami akan membahas Suhrawardi Al-Maqtul dari
biografinya, karya-karyanya serta pokok pemikiran filsafatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi
Suhrawardi Al-Maqtul adalah salah seorang dari generasi pertama
sufi filoof. Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya Ibnu Amrak, dilahirkan di
Suhraward ebuah kota di Iran Barat sekitar tahun 550 H dan dibunuh di Halb
(Aleppo), atas perintah Shalahuddin Al-Ayyubi, tahun 578 H. Karena itulah dia digelari
Al-Maqtul (yang dibunuh). Ia memiliki sejumlah gelar, di antaranya:
syeikh Al Isyraq, Al hakim, Al Syahid, dan Al Maqtul. Namun, Ia lebih dikenal
dengan sebutan Al Maqtul, karena terkait dengan proses meninggalnya secara
eksekusi. Disamping itu, gelar Al-Maqtul dipakai untuk membedakannya dengan dua
tokoh tasawuf yang memiliki nama yang sama yaitu Abu
Al-Najib Al-Suhraardi (meninggal tahun 563 H) dan Abu
Hafah Syihabudin Al-Suhrawardi Al-Baghddi ( meninggal tahun 632 H), penyusun
kitab Awarif Al-Ma’arif.[1]
Di usianya yang
relative muda, Suhrawardi telah mengunjungi sejumlah tempat untuk menemui sang
guru dan pembimbing spiritual. Di antara tempat yang ia kunjungi adalah Persia,
Anatolia, Damaskus, Syria dan berakhir di Alepo. Wilayah yang pertama dikunjunginya
adalah Maragha yang berada di kawasan Azerbaijan. Di tempat inilah ia belajar
hukum, filsafat, dan teologi dengan Madjid Al Jilli. Setelah itu, ia belajar
filsafat dengan Fakhruddin Al Mardini (w.1198). Lalu beliau melanjutkan
rihlahnya ke Isfahan Iran Tengah mempelajari logika dengan Zhahiruddin Al Qari
Al Farisi. Dalam bidang filsafat, Ia banyak dipengaruhi oleh filosof-filosof
sebelumnya; Plato, Aristoteles, Plotinus, Al Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, dan
Nashiruddin Al Thusi.
Setelah banyak
melawat ke daerah-daerah tersebut, Suhrawadi pergi ke Persia untuk menekuni
mistisme Islam. Ia tidak hanya mempelajari teori-teori dan metode-metode untuk
menjadi sufi, akan tetapi ia langsung memprakteknya sebagai sufi sejati. Dia
menjadi asketik, menjalani hidupnya dengan beribadah, berkontemplasi dan
berfilsafat. Sebagai seorang sufi, suhrawardi banyak terpengaruh oleh
pendahulunya, seperti Abu Yazid al Bustami (w.974M), Sahlan Ibn Abdullah
(w.896), Al Hallaj (w.859), Al Ghazali (w.1111) dan Dzun al Nun Al Mishri
(w.860). Pada akhirnya dalam dirinya terpadulah dua keahlian sekaligus yakni
filsafat dan tasawuf. Sehingga ia berhasil melahirkan aliran illumination
yang menjadi aliran tandingan aliran paripatetis yang mendahuluinya
Petualangan
hidupnya berakhir di Aleppo. Ia menetap di sana atas undangan Pangeran Malik Al
zahir (putra Salahuddin Al Ayyubi). Malik adalah tipe pemimpin yang sangat
mencintai ilmu pengetahuan. Atas dasar inilah ia mengundang Suhrawardi untuk
sharing pemikirannya tentang filsafat dan tasawuf. Akan tetapi, hal ini tak
bertahan lama, kondisi religio-sosial-politik ternyata tidak mendukungnya. Para
fuqaha merasa tersaingi dengan pemikian Suhrawardi yang telah mulai berpengaruh
pada pemimpin mereka. Mereka melihat adanya keanehan dari pemikiran Suhrawadi,
ditambah lagi dengan ajaran-ajaran ruhani yang dibawanya. Para fuqaha
menyimpulkan, bahwa Suhrawadi sebagia tokoh yang berbahaya karena berpotensi
merusak aqidah umat Islam.
Akhirnya para
fuqaha mendesak Pangeran Malik untuk menghukumi Suhrawardi. Mereka berhasil
mendesak Pangeran Malik atas dasar pertimbangan adil yang telah disumbangkan
kalangan Fuqaha terhadap Negara. Dengan rasa terpaksa, Pangeran memasukkan
Suhrawardi kedalam penjara. Namun, penyebab kematiannya tidak diketahui secara
pasti dan masih menjadi misteri. Suhrawadi meninggal dunia dihukum gantung dan
meninggal pada 29 Juli 578 H /1191M.
2.
Karya-Karya Suhrawardi Al-Maqtul[2]
Al-Suhrawardi Al-Maqtul telah meninggalkan sejumlah karya dan
risalah, yang antara lain:
1.
Tentang pengajaran dan kaidah teosofi yang
merupakan tafsiran dan modifikasi dari filsafat peripatetis, di antaranya:
Talwihat, Muqawamat, Mutharahat, dan Hikmat al-Isyraq.
2.
Karangan sederhana tentang filsafat, yang
ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, di antaranya: Hayakil al-Nur, al-Alwah
al-‘Imadiyah, Partaw-namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan
Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
3.
Karya pendek yang berbau mistis, yang umumnya
ditulis dalam bahasa Persia, di antaranya: ‘Aql-i Surkh, Awaz-i Par-i Jibra’il,
al-Ghurbat al-Gharbiyah, Lughat-i Muran, Risalah fi Halat al-Thifuliyah, Ruzi
bajama’at-i Shyufiyan, Risalah fi al-Mi’raj, dan Syafir-i Simurgh.
4.
Karya yang berupa komentar dan terjemah dari
ajaran-ajaran keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair
karya Ibn Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab
Isyarat karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang
berpusat pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan
Hadits Nabi.
5.
Karya yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih
terkenal dengan sebutan al-Waridat wa al-Taqdisat.
3.
Pokok-pokok Pikiran Filafat Al-Suhrawardi
Suhrawardi mendalami Hikmah Persia
dan Filsafat Yunani, dia mengambil jalan tasawuf dalam ilmu dan amal dan melatih
dirinya dengan riyadhoh dan mujahadah sehingga dia sampai pada tujuannya
membangun Hikmah al-Isyroq yang juga dinamakan Ilmu Cahaya-cahaya. Al-Suhrawardi
mengatakan bahwa pengetahuan itu tidak didapat dengan akal pada mulanya, akan
tetapi pengetahuan itu dihasilkan dari perkara lain yaitu dzauq (rasa).
Hikmah
al-Isyroq yang merupakan kitab yang paling penting peninggalan Suhrawardi
berisi tentang buah fikir dan pendapatnya, dengan jelas dalam bab ke dua kitab
ini menjelaskan secara luas tentang cahaya ketuhanan, di sana dia menjelaskan
tentang cahaya itu sendiri dan hakikatnya, dan juga menjelaskan Nurul Al-Anwar
yaitu Allah SWT beserta tanda-tanda dan alam semesta yang bersumber dari-Nya,
yang sebelumnya diterangkan pada bab pertama kitab ini tentang ilmu mantiq
(logika).
Inti
ajaran filsafat isyroqiyyah yang dibawa Suhrawardi adalah sumber segala sesuatu
yang ada (al-maujudat) adalah Nur al-Anwar (Cahaya Segala Cahaya). Kosmos
diciptakan Tuhan melalui penyinaran, oleh karena itu mempunyai tingkatan-tingkatan
pancaran cahaya. Manusia juga diciptakan melalui proses pancaran dari Nur Al-Anwar
yaitu Tuhan yang abadi. Penyinaran manusia menyerupai proses emanasi (Al-faid)
dalam filsafat Al-Farabi (257 H/870 M-339 H/950 M). Dengan demikian Tuhan dan
manusia mempunyai hubungan timbal balik, dan dari paradigma seperti ini
dimungkinkan terjadinya persatuan antara manusia dan Tuhan.
Dalam bukunya Filsafat Islam, Hasyimsyah memaparkan dengan cukup jelas tentang pemikiran filsafat al-Suhrawardi dan mengelompokkannya dalam beberapa bagian.
Dalam bukunya Filsafat Islam, Hasyimsyah memaparkan dengan cukup jelas tentang pemikiran filsafat al-Suhrawardi dan mengelompokkannya dalam beberapa bagian.
Suhrawardi
sering menggunakan istilah-istilah yang berbeda dengan yang biasa digunakan di
kalangan umum, seperti barzah, yang tidak berkaitan dengan kematian atau alam
setelah mati. Istilah ini digunakan sebagai pemisah antara dunia cahaya dan
dunia kegelapan.
Timur (Masriq) dan Barat (Maghrib),
tidak berhubungan dengan letak geografis, tetapi berlandaskan pada penglihatan
horizontal yang memanjang dari Timur ke Barat. Jadi, Timur diartikan sebagai
Dunia Cahaya atau Dunia Malaikat yang terbebas dari kegelapan dan materi,
sedangkan Barat diartikan sebagai Dunia Kegelapan atau Materi. Barat Tengah
adalah langit-langit yang menampakkan pembauran antara cahaya dan sedikit
kegelapan. Timur yang sebenarnya adalah apa yang terdapat di balik langit yang
kelihatan ini, dan yang di atasnya, maka batas antara Timur dan Barat bukanlah
falak bulan, sebagaimana dalam filsafat Aristotelian, tetepi ia adalah langit
bintang-bintang yang tetap, atau penggerak yang tidak bergerak.
a.
Mengenai
Wujud[3]
Adapun mengenai
wujud, Al-Suhrawaedi telah menyusun sebuah teori, yang dia kemukakan secra
simbolis, berdasarkan teori emanasi. Akan tetapi teorinya tidak isa dipandang,
sebagai teori para sufi tentang kesatuan wujud dalam pengertian yang rinci.
Sebab menurutnya, terdapat beberapa alam yang melimpah dari Allah; atau cahaya
dari segala cahaya, yang mirip matahari, yang sama sekali tidak kehilangan
cahayanya sekalipun ia bersinar terus menerus. Menurutnya, terdapat tiga alam
yang melimpah; alam akal-budi, alam jiwa, dan alam tubuh. Alam pertama meliputi
cahaya-cahaya yang suci. Alam kedua meliputi jiwa-jiwa yang mengendalikan
bintang-bintang di langit maupun manusia. Alam ketiga meliputi tubuh-tubuh
elemental, yaitu tubuh-tubuh yang berada di bawah planet bulan, dan tubuh-tubuh
eter, yaitu tubuh-tubuh dari benda langit. Namun Al-Suhrawardi dalam karyanya,
Hikmah Al-Isyraq, melengkapi lagi klasifikasinya tersebut dengan alam ideal
yang tergantung, dan hal ini berdasarkan pengalaman mistisnya. Alam ideal terletak
antara alam akal-budi (alam rasional) cahaya murni dengan alam yang biasa
diindera maupun dipahami lewat imajinasi aktif. Ala mini bukanlah alam ideal
Plato. Ungkapan ‘tergantung’ di sini hanya bermakna bahwa pengertian ideal
tersebut bukan keadaan yang termasuk ruang lingkup materi tapi hany menampakan
gejala-gejala yang seperti halny gambar tampak dalm cermin. Dengan alam ideal
yang tergantung ituylh bias diperoleh kekayaan dn keanekaragaman yang terdapat
dalam alam yng bias diindera, tapi kesemua ini hanya dalam keadaan lembut. Dan
ia adalah gambar serta baying-bayang yang selalu mandiri, yang merupakan pintu
gerbang alam malakut.
- Metafisika dan cahaya
Inti filsafat illuminasion adalah sifat dan
penyebaran cahaya. Beberapa tokoh sufi menyebutkan Allah dengan cahaya,
berdasarkan QS. Al Nur: 35. Sedangkan Suhrawardi menyebut Allah dengan Nur al
Anwar. Cahaya merupakan esensi yang paling terang dan paling nyata, sehingga
mustahil terdapat sesutau yang lebih terang dan lebih jelas pada cahaya. Oleh
karena itu, cahaya pertama tidak memerlukan penyebab luar selain diri-Nya.
Suhrawardi mengikuti argument yang dikemukan oleh Ibn sina dalam menjelaskan
wajib al wujud. Konsep terang dan gelap Suhrawardi diadopsi dari konsep Tuhan
dalam ajaran Zoroaster, hal itu tidak berate bahwa prinsip yang dipakainya
adalah sama persis, sebab pada kenyataannya terdapat perbedaaan yang menonjol
antara penggunaan konsep terang dan gelap dalam ajaran Zoroaster dan
Suhrawardi.
Nur al Anwar merupakan sumber semua gerak. Akan
tetapi gerak cahaya disini bukan dalam arti perpindahan tempat. Menurut
Suhrawardi, gerakan itulah yang memiliki peran sentral bagi terbentuknya segala
wujud yang ada. Dalam hal ini Suhrawardi menegaskan bahwa semua pergerakan
adalah atas kehendakNya dan pergerakan tersebut juga sebagai pangkal bagi
terciptanya alam semesta. Dalam pemikiran filusuf Suhrawardi, unsur cinta
merupakan modal dari kedinamisan gerak semua makhluk. Semua wujud dan
kelangsungan pergerakan makhluk tergantung dari proses penyinaran dari Nur Al
Anwar. Penyinaran adalah kunci sentral segala pergerakan. Kenyataan ini
mengindikasikan bahwa setiap eksistensi alam semesta menyandarkan wujudnya pada
penerangan abadi-Nya.
Proses penyebaran cahaya yang dikemukakan oleh
Suhrawardi tidaklah sama dengan teori emanasi neo-platonis dan filusuf
paripatetik.[4]
Menurutnya, pancaran yang dihasilkan oleh sumber pertama tidak hanya
terbatas hanya sepuluh, duapuluh, seribu akan tetapi bisa mencapai jumlah yang
banyak. Cahaya yang dihasilkan oleh cahaya yang berada di atasnya melalaui
deret tangga vertical, yang semakin jauh semakin berkurang. Seperti pada
pancaran sinar matahari, semakin jauh semakin redup. Jadi pancaran cahaya yang
dihasilkan melalui Isyraqi sangat tergantung pada intensitas sinar yang
dipancarkan dari sumbernya.
c.
Epistemologi
Dalam kajian epistemologi Suhrawardi mengkritik
logika Aristoteles. Menurut Aristoteles, definisi adalah genus plus
differensia. Tapi al-Suhrawardi berpendapat bahwa atribut khusus hal yang
terdefinisikan, yang tidak dapat dipredikatkan kepada hal yang lain,
mengakibatkan kita tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Suatu contoh,
kita mendefinisikan kuda sebagai seekor binatang ”meringkik”, sekarang kita
mengerti hewan, karena kita mengetahui banyak hewan yang memiliki atribut
seperti ini; tetapi tidak mungkin untuk mengerti atribut meringkik, karena
meringkik didapati hanya pada benda yang didefinisikan dengan sifat meringkik
itu. Definisi biasa kuda, dengan definisi yang tadi, akan menjadi tidak
bermakna apabila dihadapkan kepada orang yang belum pernah melihat seekor kuda.
Maka, definisi Aristoteles sebagai suatu prinsip ilmiah benar-benar tidak
berlaku. Suhrawardi berpendapat bahwa suatu definisi yang benar adalah definisi
yang menyebutkan satu persatu semua atribut yang esensial, yang secara kolektif
ada pada benda yang didefinisikan itu, walaupun atribut-atribut itu bisa saja
dengan sendirinya terdapat pada banda yang lain.
d.
Kosmologi
Suhrawardi mengembangkan prinsip emanasi
menjadi teori illuminasi (Isyraqi). Menurutnya, pancaran cahaya bersumber dari
sumber pertama yang ia sebut Nur al Anwar. Pancaran dari sumber pertama akan
berjalan terus sepanjang sumbernya tetap eksis. Konsekuensinya, alam semesta
akan selalu ada selama Tuhan ada, dan prinsip ini akan menimbulkan paham adanya
dualisme keqadiman (alam dan Tuhan). Akan tetapi suhrawardi menegaskan
bahwa antara alam dan Tuhan adalah dua hal yang berbeda sama sekali.
Dalam hal ini, ia mengumpamakan hubungan antara matahari dan sinarnya, matahari
sebagai sumber cahaya jelas berbeda dengan sinar yang dihasilkannya.
Proses illuminasi akan tetap berlangsung
terus-menerus. Dalam prose situ menunjukkan adanya suatu garis vertical yang
tak putus, yang sekaligus menghubungan seluruh rangkaian besar emansi dengan
prinsip pertamanya dalam suatu kesatuan wujud yang ketat, yang kemudian
memunculkan garing penghubung horizontal. Pada garis horizontal ini muncul
keragaman, esensi, spesies dan individu. Garis vertical melambangkan tatanan
batin, sedangkan garis horizontal melambangkan tatanan lahirnya. Alur
perkembangan konsep kosmologi suhrawardi tebagi dalam dua tahap. Pada tahap
pertama, dalam kitab Hayakil Al Nur, ia mengemukakan 3 jenis alam yaitu Alam
Aql, Alam Jiwa dan Alam Materi. Tahap kedua, pemikirannya dituangkan dalam Hikmah
Al Isyraq, Ia menambahkan alam yang keempat yaitu Alam Mitsal. Alam Mitsal
ialah suatu alam kelepasan jiwa menuju kesempurnaan. Tiga alam di atas sudah
sering diperbincangkan oleh para filsuf sebelumnya, sedangkan alam ke empat ini
merupakan inovasi baru yang ditemukan al-Suhrawardi dengan jalan mujahadah dan
musyahadah secara berkelanjutan
BAB III
Penutup
Kesimpulan
1.
Suhrawardi Al-Maqtul adalah salah seorang dari generasi pertama sufi filoof.
Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya Ibnu Amrak, dilahirkan di Suhraward ebuah
kota di Iran Barat sekitar tahun 550 H dan dibunuh di Halb (Aleppo), atas
perintah Shalahuddin Al-Ayyubi, tahun 578 H. Karena itulah dia digelari
Al-Maqtul (yang dibunuh). Ia memiliki sejumlah gelar, di antaranya:
syeikh Al Isyraq, Al hakim, Al Syahid, dan Al Maqtul. Namun, Ia lebih dikenal
dengan sebutan Al Maqtul, karena terkait dengan proses meninggalnya secara
eksekusi. Disamping itu, gelar Al-Maqtul dipakai untuk membedakannya dengan dua
tokoh tasawuf yang memiliki nama yang sama yaitu Abu
Al-Najib Al-Suhraardi (meninggal tahun 563 H) dan Abu
Hafah Syihabudin Al-Suhrawardi Al-Baghddi ( meninggal tahun 632 H), penyusun
kitab Awarif Al-Ma’arif.
2.
Karya-karya Suhrawardi Al-maqtul
1.
Tentang pengajaran dan kaidah teosofi yang
merupakan tafsiran dan modifikasi dari filsafat peripatetis, di antaranya:
Talwihat, Muqawamat, Mutharahat, dan Hikmat al-Isyraq.
2.
Karangan sederhana tentang filsafat, yang
ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, di antaranya: Hayakil al-Nur, al-Alwah
al-‘Imadiyah, Partaw-namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan
Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
3.
Karya pendek yang berbau mistis, yang umumnya
ditulis dalam bahasa Persia, di antaranya: ‘Aql-i Surkh, Awaz-i Par-i Jibra’il,
al-Ghurbat al-Gharbiyah, Lughat-i Muran, Risalah fi Halat al-Thifuliyah, Ruzi
bajama’at-i Shyufiyan, Risalah fi al-Mi’raj, dan Syafir-i Simurgh.
4.
Karya yang berupa komentar dan terjemah dari
ajaran-ajaran keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair
karya Ibn Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab
Isyarat karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang
berpusat pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan
Hadits Nabi.
5.
Karya
yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan sebutan al-Waridat wa
al-Taqdisat.
3. Pokok Pemikiran Filsafat Suhrawardi
Suhrawardi mendalami Hikmah Persia
dan Filsafat Yunani, dia mengambil jalan tasawuf dalam ilmu dan amal dan
melatih dirinya dengan riyadhoh dan mujahadah sehingga dia sampai pada
tujuannya membangun Hikmah al-Isyroq yang juga dinamakan Ilmu Cahaya-cahaya.
Al-Suhrawardi mengatakan bahwa pengetahuan itu tidak didapat dengan akal pada
mulanya, akan tetapi pengetahuan itu dihasilkan dari perkara lain yaitu dzauq
(rasa).
Inti
ajaran filsafat isyroqiyyah yang dibawa Suhrawardi adalah sumber segala sesuatu
yang ada (al-maujudat) adalah Nur al-Anwar (Cahaya Segala Cahaya). Kosmos
diciptakan Tuhan melalui penyinaran, oleh karena itu mempunyai
tingkatan-tingkatan pancaran cahaya. Manusia juga diciptakan melalui proses pancaran
dari Nur Al-Anwar yaitu Tuhan yang abadi. Penyinaran manusia menyerupai proses
emanasi (Al-faid) dalam filsafat Al-Farabi (257 H/870 M-339 H/950 M). Dengan
demikian Tuhan dan manusia mempunyai hubungan timbal balik, dan dari paradigma
seperti ini dimungkinkan terjadinya persatuan antara manusia dan Tuhan.
Adapun mengenai wujud, Al-Suhrawaedi telah menyusun sebuah teori,
yang dia kemukakan secra simbolis, berdasarkan teori emanasi. Akan tetapi
teorinya tidak isa dipandang, sebagai teori para sufi tentang kesatuan wujud
dalam pengertian yang rinci. Sebab menurutnya, terdapat beberapa alam yang
melimpah dari Allah; atau cahaya dari segala cahaya, yang mirip matahari, yang
sama sekali tidak kehilangan cahayanya sekalipun ia bersinar terus menerus.
Menurutnya, terdapat tiga alam yang melimpah; alam akal-budi, alam jiwa, dan
alam tubuh.
Daftar Pustaka
Drajat, Amroeni. 2001. Filsafat Illuminasi. Jakarta: Riora
Cipta.
Fakhry, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat
Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mustofa. 1999. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
[1] Mustofa.
Filsafat Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 251.
[2] Amroeni
Drajat, Filsafat Illuminasi: Sebuah
Kajian Terhadap Konsep “Cahaya” Suhrawardi, sebuah pengantar dari Syahrin
Harahap (Jakarta: Riora Cipta, 2001).
Hlm.19.
[3]
Mustofa, op.cit., hlm. 250..
[4]Majid
Fakhry, Sejarah Filsafat Islam. (Bandung: Mizan. 2002 ). Hlm. 131.
How to win the jackpot at the casino? - DRMCD
BalasHapusJackpot games are fun and can be 인천광역 출장안마 enjoyed by everyone. 대전광역 출장안마 This is not 창원 출장샵 a common 춘천 출장마사지 experience for all types of table games, as 태백 출장마사지 all the rules of the