Kamis, 05 Juni 2014

Makalah Filsafat Islam SUHRAWARDI AL MAQTUL



BAB I
Pendahuluan
A.      Latar Belakang
Filsafat Islam merupakan suatu ilmu yang masih diperdebatkan pengertian dan cakupannya oleh para ahli. Akan tetapi di sini penulis cendenrung condong kepada pendapat yang mengatakan bahwa Filsafat Islam itu memang ada dan terbukti exis sampai sekarang. Dalam dunia filsafat terdapat dua aliran besar yaitu aliran peripatetis dan iluminasi. Mengerti dan mengetahui kedua aliran ini adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin mengkaji filsafat, karena semua filsuf khususnya muslim pada akhirnya merujuk dan berkaitan kepada dua aliran ini. Aliran peripatetis merupakan aliran yang pada umumnya diikuti oleh kebanyakan filsuf, sedangkan aliran iluninasi di sini merupakan tandingan bagi aliran peripatetis. Aliran iluminasi ini dipelpori oleh seorang tokoh filsuf muslim yaitu Suhrawardi Al-Maqtul yang dikenal juga dengan      Bapak Iluminasi.
            Suhrawardi dikenal dalam kajian Filsafat Islam karena kontribusinya yang sangat besar dalam mencetuskan aliran iluninasi sebagai tandingan aliran peripatetis dalam filsafat, walaupun dia masih dipengaruhi oleh para filsuf barat sebelumnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sebagian atau bahkan keseluruhan bangunan Filsafat Islam ini dikatakan kelanjutan dari filsafat barat yaitu Yunani.
Hal pemikiran Suhrawardi dalam filsafat yang paling menonjol adalah usahanya untuk menciptakan ikatan antara tasawuf dan filsafat. Dia juga terkait erat dengan pemikiran filsuf sebelumnya seperti Abu Yazid al Busthami dan al Hallaj, yang jika dirunrut ke atas mewarisi ajaran Hermes, Phitagoras, Plato, Aristoteles, Neo Platonisme, Zoroaster dan filsuf-filsuf Mesir kuno. Kenyataan ini secara tidak langsung mengindikasikan ketokohan dan pemikirannya dalam filsafat.
Dengan ini kami akan membahas Suhrawardi Al-Maqtul dari biografinya, karya-karyanya serta pokok pemikiran filsafatnya.


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Biografi
Suhrawardi Al-Maqtul adalah salah seorang dari generasi pertama sufi filoof. Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya Ibnu Amrak, dilahirkan di Suhraward ebuah kota di Iran Barat sekitar tahun 550 H dan dibunuh di Halb (Aleppo), atas perintah Shalahuddin Al-Ayyubi, tahun 578 H. Karena itulah dia digelari Al-Maqtul (yang dibunuh). Ia memiliki sejumlah gelar, di antaranya: syeikh Al Isyraq, Al hakim, Al Syahid, dan Al Maqtul. Namun, Ia lebih dikenal dengan sebutan Al Maqtul, karena terkait dengan proses meninggalnya secara eksekusi. Disamping itu, gelar Al-Maqtul dipakai untuk membedakannya dengan dua tokoh tasawuf yang memiliki nama yang sama yaitu Abu Al-Najib Al-Suhraardi (meninggal tahun 563 H) dan Abu Hafah Syihabudin Al-Suhrawardi Al-Baghddi ( meninggal tahun 632 H), penyusun kitab Awarif Al-Ma’arif.[1]
Di usianya yang relative muda, Suhrawardi telah mengunjungi sejumlah tempat untuk menemui sang guru dan pembimbing spiritual. Di antara tempat yang ia kunjungi adalah Persia, Anatolia, Damaskus, Syria dan berakhir di Alepo. Wilayah yang pertama dikunjunginya adalah Maragha yang berada di kawasan Azerbaijan. Di tempat inilah ia belajar hukum, filsafat, dan teologi dengan Madjid Al Jilli. Setelah itu, ia belajar filsafat dengan Fakhruddin Al Mardini (w.1198). Lalu beliau melanjutkan rihlahnya ke Isfahan Iran Tengah mempelajari logika dengan Zhahiruddin Al Qari Al Farisi. Dalam bidang filsafat, Ia banyak dipengaruhi oleh filosof-filosof sebelumnya; Plato, Aristoteles, Plotinus, Al Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, dan Nashiruddin Al Thusi.
Setelah banyak melawat ke daerah-daerah tersebut, Suhrawadi pergi ke Persia untuk menekuni mistisme Islam. Ia tidak hanya mempelajari teori-teori dan metode-metode untuk menjadi sufi, akan tetapi ia langsung memprakteknya sebagai sufi sejati. Dia menjadi asketik, menjalani hidupnya dengan beribadah, berkontemplasi dan berfilsafat. Sebagai seorang sufi, suhrawardi banyak terpengaruh oleh pendahulunya, seperti Abu Yazid al Bustami (w.974M), Sahlan Ibn Abdullah (w.896), Al Hallaj (w.859), Al Ghazali (w.1111) dan Dzun al Nun Al Mishri (w.860). Pada akhirnya dalam dirinya terpadulah dua keahlian sekaligus yakni filsafat dan tasawuf. Sehingga ia berhasil melahirkan aliran illumination yang  menjadi aliran tandingan aliran paripatetis yang mendahuluinya
Petualangan hidupnya berakhir di Aleppo. Ia menetap di sana atas undangan Pangeran Malik Al zahir (putra Salahuddin Al Ayyubi). Malik adalah tipe pemimpin yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Atas dasar inilah ia mengundang Suhrawardi untuk sharing pemikirannya tentang filsafat dan tasawuf. Akan tetapi, hal ini tak bertahan lama, kondisi religio-sosial-politik ternyata tidak mendukungnya. Para fuqaha merasa tersaingi dengan pemikian Suhrawardi yang telah mulai berpengaruh pada pemimpin mereka. Mereka melihat adanya keanehan dari pemikiran Suhrawadi, ditambah lagi dengan ajaran-ajaran ruhani yang dibawanya. Para fuqaha menyimpulkan, bahwa Suhrawadi sebagia tokoh yang berbahaya karena berpotensi merusak aqidah umat Islam.
Akhirnya para fuqaha mendesak Pangeran Malik untuk menghukumi Suhrawardi. Mereka berhasil mendesak Pangeran Malik atas dasar pertimbangan adil yang telah disumbangkan kalangan Fuqaha terhadap Negara. Dengan rasa terpaksa, Pangeran memasukkan Suhrawardi kedalam penjara. Namun, penyebab kematiannya tidak diketahui secara pasti dan masih menjadi misteri. Suhrawadi meninggal dunia dihukum gantung dan meninggal pada 29 Juli 578 H /1191M.
2.      Karya-Karya Suhrawardi Al-Maqtul[2]
Al-Suhrawardi Al-Maqtul telah meninggalkan sejumlah karya dan risalah, yang antara lain:
1.      Tentang pengajaran dan kaidah teosofi yang merupakan tafsiran dan modifikasi dari filsafat peripatetis, di antaranya: Talwihat, Muqawamat, Mutharahat, dan Hikmat al-Isyraq.
2.      Karangan sederhana tentang filsafat, yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, di antaranya: Hayakil al-Nur, al-Alwah al-‘Imadiyah, Partaw-namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
3.      Karya pendek yang berbau mistis, yang umumnya ditulis dalam bahasa Persia, di antaranya: ‘Aql-i Surkh, Awaz-i Par-i Jibra’il, al-Ghurbat al-Gharbiyah, Lughat-i Muran, Risalah fi Halat al-Thifuliyah, Ruzi bajama’at-i Shyufiyan, Risalah fi al-Mi’raj, dan Syafir-i Simurgh.
4.      Karya yang berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair karya Ibn Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang berpusat pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan Hadits Nabi.
5.      Karya yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan sebutan al-Waridat wa al-Taqdisat.

3.      Pokok-pokok Pikiran Filafat Al-Suhrawardi
            Suhrawardi mendalami Hikmah Persia dan Filsafat Yunani, dia mengambil jalan tasawuf dalam ilmu dan amal dan melatih dirinya dengan riyadhoh dan mujahadah sehingga dia sampai pada tujuannya membangun Hikmah al-Isyroq yang juga dinamakan Ilmu Cahaya-cahaya. Al-Suhrawardi mengatakan bahwa pengetahuan itu tidak didapat dengan akal pada mulanya, akan tetapi pengetahuan itu dihasilkan dari perkara lain yaitu dzauq (rasa).
            Hikmah al-Isyroq yang merupakan kitab yang paling penting peninggalan Suhrawardi berisi tentang buah fikir dan pendapatnya, dengan jelas dalam bab ke dua kitab ini menjelaskan secara luas tentang cahaya ketuhanan, di sana dia menjelaskan tentang cahaya itu sendiri dan hakikatnya, dan juga menjelaskan Nurul Al-Anwar yaitu Allah SWT beserta tanda-tanda dan alam semesta yang bersumber dari-Nya, yang sebelumnya diterangkan pada bab pertama kitab ini tentang ilmu mantiq (logika).
            Inti ajaran filsafat isyroqiyyah yang dibawa Suhrawardi adalah sumber segala sesuatu yang ada (al-maujudat) adalah Nur al-Anwar (Cahaya Segala Cahaya). Kosmos diciptakan Tuhan melalui penyinaran, oleh karena itu mempunyai tingkatan-tingkatan pancaran cahaya. Manusia juga diciptakan melalui proses pancaran dari Nur Al-Anwar yaitu Tuhan yang abadi. Penyinaran manusia menyerupai proses emanasi (Al-faid) dalam filsafat Al-Farabi (257 H/870 M-339 H/950 M). Dengan demikian Tuhan dan manusia mempunyai hubungan timbal balik, dan dari paradigma seperti ini dimungkinkan terjadinya persatuan antara manusia dan Tuhan.           
Dalam bukunya Filsafat Islam, Hasyimsyah memaparkan dengan cukup jelas tentang pemikiran filsafat al-Suhrawardi dan mengelompokkannya dalam beberapa bagian.
            Suhrawardi sering menggunakan istilah-istilah yang berbeda dengan yang biasa digunakan di kalangan umum, seperti barzah, yang tidak berkaitan dengan kematian atau alam setelah mati. Istilah ini digunakan sebagai pemisah antara dunia cahaya dan dunia kegelapan.        
Timur (Masriq) dan Barat (Maghrib), tidak berhubungan dengan letak geografis, tetapi berlandaskan pada penglihatan horizontal yang memanjang dari Timur ke Barat. Jadi, Timur diartikan sebagai Dunia Cahaya atau Dunia Malaikat yang terbebas dari kegelapan dan materi, sedangkan Barat diartikan sebagai Dunia Kegelapan atau Materi. Barat Tengah adalah langit-langit yang menampakkan pembauran antara cahaya dan sedikit kegelapan. Timur yang sebenarnya adalah apa yang terdapat di balik langit yang kelihatan ini, dan yang di atasnya, maka batas antara Timur dan Barat bukanlah falak bulan, sebagaimana dalam filsafat Aristotelian, tetepi ia adalah langit bintang-bintang yang tetap, atau penggerak yang tidak bergerak.
a.       Mengenai Wujud[3]
Adapun mengenai wujud, Al-Suhrawaedi telah menyusun sebuah teori, yang dia kemukakan secra simbolis, berdasarkan teori emanasi. Akan tetapi teorinya tidak isa dipandang, sebagai teori para sufi tentang kesatuan wujud dalam pengertian yang rinci. Sebab menurutnya, terdapat beberapa alam yang melimpah dari Allah; atau cahaya dari segala cahaya, yang mirip matahari, yang sama sekali tidak kehilangan cahayanya sekalipun ia bersinar terus menerus. Menurutnya, terdapat tiga alam yang melimpah; alam akal-budi, alam jiwa, dan alam tubuh. Alam pertama meliputi cahaya-cahaya yang suci. Alam kedua meliputi jiwa-jiwa yang mengendalikan bintang-bintang di langit maupun manusia. Alam ketiga meliputi tubuh-tubuh elemental, yaitu tubuh-tubuh yang berada di bawah planet bulan, dan tubuh-tubuh eter, yaitu tubuh-tubuh dari benda langit. Namun Al-Suhrawardi dalam karyanya, Hikmah Al-Isyraq, melengkapi lagi klasifikasinya tersebut dengan alam ideal yang tergantung, dan hal ini berdasarkan pengalaman mistisnya. Alam ideal terletak antara alam akal-budi (alam rasional) cahaya murni dengan alam yang biasa diindera maupun dipahami lewat imajinasi aktif. Ala mini bukanlah alam ideal Plato. Ungkapan ‘tergantung’ di sini hanya bermakna bahwa pengertian ideal tersebut bukan keadaan yang termasuk ruang lingkup materi tapi hany menampakan gejala-gejala yang seperti halny gambar tampak dalm cermin. Dengan alam ideal yang tergantung ituylh bias diperoleh kekayaan dn keanekaragaman yang terdapat dalam alam yng bias diindera, tapi kesemua ini hanya dalam keadaan lembut. Dan ia adalah gambar serta baying-bayang yang selalu mandiri, yang merupakan pintu gerbang alam malakut.
  1. Metafisika dan cahaya
Inti filsafat illuminasion adalah sifat dan penyebaran cahaya. Beberapa tokoh sufi menyebutkan Allah dengan cahaya, berdasarkan QS. Al Nur: 35. Sedangkan Suhrawardi menyebut Allah dengan Nur al Anwar. Cahaya merupakan esensi yang paling terang dan paling nyata, sehingga mustahil terdapat sesutau yang lebih terang dan lebih jelas pada cahaya. Oleh karena itu, cahaya pertama tidak memerlukan penyebab luar selain diri-Nya. Suhrawardi mengikuti argument yang dikemukan oleh Ibn sina dalam menjelaskan wajib al wujud. Konsep terang dan gelap Suhrawardi diadopsi dari konsep Tuhan dalam ajaran Zoroaster, hal itu tidak berate bahwa prinsip yang dipakainya adalah sama persis, sebab pada kenyataannya terdapat perbedaaan yang menonjol antara penggunaan konsep terang dan gelap dalam ajaran Zoroaster dan Suhrawardi.
Nur al Anwar merupakan sumber semua gerak. Akan tetapi gerak cahaya disini bukan dalam arti perpindahan tempat. Menurut Suhrawardi, gerakan itulah yang memiliki peran sentral bagi terbentuknya segala wujud yang ada. Dalam hal ini Suhrawardi menegaskan bahwa semua pergerakan adalah atas kehendakNya dan pergerakan tersebut juga sebagai pangkal bagi terciptanya alam semesta. Dalam pemikiran filusuf Suhrawardi, unsur cinta merupakan modal dari kedinamisan gerak semua makhluk. Semua wujud dan kelangsungan pergerakan makhluk tergantung dari proses penyinaran dari Nur Al Anwar. Penyinaran adalah kunci sentral segala pergerakan. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa setiap eksistensi alam semesta menyandarkan wujudnya pada penerangan abadi-Nya.
Proses penyebaran cahaya yang dikemukakan oleh Suhrawardi tidaklah sama dengan teori emanasi neo-platonis dan filusuf paripatetik.[4] Menurutnya, pancaran  yang dihasilkan oleh sumber pertama tidak hanya terbatas hanya sepuluh, duapuluh, seribu akan tetapi bisa mencapai jumlah yang banyak. Cahaya yang dihasilkan oleh cahaya yang berada di atasnya melalaui deret tangga vertical, yang semakin jauh semakin berkurang. Seperti pada pancaran sinar matahari, semakin jauh semakin redup. Jadi pancaran cahaya yang dihasilkan melalui Isyraqi sangat tergantung pada intensitas sinar yang dipancarkan dari sumbernya.
c.       Epistemologi
Dalam kajian epistemologi Suhrawardi mengkritik logika Aristoteles. Menurut Aristoteles, definisi adalah genus plus differensia. Tapi al-Suhrawardi berpendapat bahwa atribut khusus hal yang terdefinisikan, yang tidak dapat dipredikatkan kepada hal yang lain, mengakibatkan kita tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Suatu contoh, kita mendefinisikan kuda sebagai seekor binatang ”meringkik”, sekarang kita mengerti hewan, karena kita mengetahui banyak hewan yang memiliki atribut seperti ini; tetapi tidak mungkin untuk mengerti atribut meringkik, karena meringkik didapati hanya pada benda yang didefinisikan dengan sifat meringkik itu. Definisi biasa kuda, dengan definisi yang tadi, akan menjadi tidak bermakna apabila dihadapkan kepada orang yang belum pernah melihat seekor kuda. Maka, definisi Aristoteles sebagai suatu prinsip ilmiah benar-benar tidak berlaku. Suhrawardi berpendapat bahwa suatu definisi yang benar adalah definisi yang menyebutkan satu persatu semua atribut yang esensial, yang secara kolektif ada pada benda yang didefinisikan itu, walaupun atribut-atribut itu bisa saja dengan sendirinya terdapat pada banda yang lain.
d.      Kosmologi
Suhrawardi mengembangkan prinsip emanasi menjadi teori illuminasi (Isyraqi). Menurutnya, pancaran cahaya bersumber dari sumber pertama yang ia sebut Nur al Anwar. Pancaran dari sumber pertama akan berjalan terus sepanjang sumbernya tetap eksis. Konsekuensinya, alam semesta akan selalu ada selama Tuhan ada, dan prinsip ini akan menimbulkan paham adanya dualisme  keqadiman (alam dan Tuhan). Akan tetapi suhrawardi menegaskan bahwa antara alam dan Tuhan adalah dua hal yang berbeda sama  sekali. Dalam hal ini, ia mengumpamakan hubungan antara matahari dan sinarnya, matahari sebagai sumber cahaya jelas berbeda dengan sinar yang dihasilkannya.
Proses illuminasi akan tetap berlangsung terus-menerus. Dalam prose situ menunjukkan adanya suatu garis vertical yang tak putus, yang sekaligus menghubungan seluruh rangkaian besar emansi dengan prinsip pertamanya dalam suatu kesatuan wujud yang ketat, yang kemudian memunculkan garing penghubung horizontal. Pada garis horizontal ini muncul keragaman, esensi, spesies dan individu. Garis vertical melambangkan tatanan batin, sedangkan garis horizontal melambangkan tatanan lahirnya. Alur perkembangan konsep kosmologi suhrawardi tebagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, dalam kitab Hayakil Al Nur, ia mengemukakan 3 jenis alam yaitu Alam Aql, Alam Jiwa dan Alam Materi. Tahap kedua, pemikirannya dituangkan dalam Hikmah Al Isyraq, Ia menambahkan alam yang keempat yaitu Alam Mitsal. Alam Mitsal ialah suatu alam kelepasan jiwa menuju kesempurnaan. Tiga alam di atas sudah sering diperbincangkan oleh para filsuf sebelumnya, sedangkan alam ke empat ini merupakan inovasi baru yang ditemukan al-Suhrawardi dengan jalan mujahadah dan musyahadah secara berkelanjutan




BAB III
Penutup
Kesimpulan
           
            1. Suhrawardi Al-Maqtul adalah salah seorang dari generasi pertama sufi filoof. Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya Ibnu Amrak, dilahirkan di Suhraward ebuah kota di Iran Barat sekitar tahun 550 H dan dibunuh di Halb (Aleppo), atas perintah Shalahuddin Al-Ayyubi, tahun 578 H. Karena itulah dia digelari Al-Maqtul (yang dibunuh). Ia memiliki sejumlah gelar, di antaranya: syeikh Al Isyraq, Al hakim, Al Syahid, dan Al Maqtul. Namun, Ia lebih dikenal dengan sebutan Al Maqtul, karena terkait dengan proses meninggalnya secara eksekusi. Disamping itu, gelar Al-Maqtul dipakai untuk membedakannya dengan dua tokoh tasawuf yang memiliki nama yang sama yaitu Abu Al-Najib Al-Suhraardi (meninggal tahun 563 H) dan Abu Hafah Syihabudin Al-Suhrawardi Al-Baghddi ( meninggal tahun 632 H), penyusun kitab Awarif Al-Ma’arif.
            2. Karya-karya Suhrawardi Al-maqtul
1.      Tentang pengajaran dan kaidah teosofi yang merupakan tafsiran dan modifikasi dari filsafat peripatetis, di antaranya: Talwihat, Muqawamat, Mutharahat, dan Hikmat al-Isyraq.
2.      Karangan sederhana tentang filsafat, yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, di antaranya: Hayakil al-Nur, al-Alwah al-‘Imadiyah, Partaw-namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
3.      Karya pendek yang berbau mistis, yang umumnya ditulis dalam bahasa Persia, di antaranya: ‘Aql-i Surkh, Awaz-i Par-i Jibra’il, al-Ghurbat al-Gharbiyah, Lughat-i Muran, Risalah fi Halat al-Thifuliyah, Ruzi bajama’at-i Shyufiyan, Risalah fi al-Mi’raj, dan Syafir-i Simurgh.
4.      Karya yang berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair karya Ibn Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang berpusat pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan Hadits Nabi.
5.       Karya yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan sebutan al-Waridat wa al-Taqdisat.

3. Pokok Pemikiran Filsafat Suhrawardi
            Suhrawardi mendalami Hikmah Persia dan Filsafat Yunani, dia mengambil jalan tasawuf dalam ilmu dan amal dan melatih dirinya dengan riyadhoh dan mujahadah sehingga dia sampai pada tujuannya membangun Hikmah al-Isyroq yang juga dinamakan Ilmu Cahaya-cahaya. Al-Suhrawardi mengatakan bahwa pengetahuan itu tidak didapat dengan akal pada mulanya, akan tetapi pengetahuan itu dihasilkan dari perkara lain yaitu dzauq (rasa).
            Inti ajaran filsafat isyroqiyyah yang dibawa Suhrawardi adalah sumber segala sesuatu yang ada (al-maujudat) adalah Nur al-Anwar (Cahaya Segala Cahaya). Kosmos diciptakan Tuhan melalui penyinaran, oleh karena itu mempunyai tingkatan-tingkatan pancaran cahaya. Manusia juga diciptakan melalui proses pancaran dari Nur Al-Anwar yaitu Tuhan yang abadi. Penyinaran manusia menyerupai proses emanasi (Al-faid) dalam filsafat Al-Farabi (257 H/870 M-339 H/950 M). Dengan demikian Tuhan dan manusia mempunyai hubungan timbal balik, dan dari paradigma seperti ini dimungkinkan terjadinya persatuan antara manusia dan Tuhan.
            Adapun mengenai wujud, Al-Suhrawaedi telah menyusun sebuah teori, yang dia kemukakan secra simbolis, berdasarkan teori emanasi. Akan tetapi teorinya tidak isa dipandang, sebagai teori para sufi tentang kesatuan wujud dalam pengertian yang rinci. Sebab menurutnya, terdapat beberapa alam yang melimpah dari Allah; atau cahaya dari segala cahaya, yang mirip matahari, yang sama sekali tidak kehilangan cahayanya sekalipun ia bersinar terus menerus. Menurutnya, terdapat tiga alam yang melimpah; alam akal-budi, alam jiwa, dan alam tubuh.
Daftar Pustaka

Drajat, Amroeni. 2001. Filsafat Illuminasi. Jakarta: Riora Cipta.
Fakhry, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mustofa. 1999. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.



[1] Mustofa. Filsafat Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 251.
[2]  Amroeni Drajat, Filsafat Illuminasi: Sebuah Kajian Terhadap Konsep “Cahaya” Suhrawardi, sebuah pengantar dari Syahrin Harahap (Jakarta: Riora Cipta, 2001). Hlm.19.
[3] Mustofa, op.cit., hlm. 250..
[4]Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam. (Bandung: Mizan. 2002 ). Hlm. 131.

1 komentar:

  1. How to win the jackpot at the casino? - DRMCD
    Jackpot games are fun and can be 인천광역 출장안마 enjoyed by everyone. 대전광역 출장안마 This is not 창원 출장샵 a common 춘천 출장마사지 experience for all types of table games, as 태백 출장마사지 all the rules of the

    BalasHapus